Serupa dengan masyarakat Tibet yang memiliki banyak upacara, Bali
juga kaya upacara. Namun upacara tentunya tidak sebatas sesajian.
Ada
persembahan luar (outer offering) berupa sesajian, ada persembahan
dalam (inner offering) berupa pelayanan, ada pesembahan rahasia
(innermost secret offering).
Dalam bahasa tetua: benefitting others,
having a kind heart, that is the supreme offerings. Lakukan semuanya
untuk mahluk lain, miliki hati yang bersih, jernih, rajin menolong,
dan kemudian lihat sendiri pintu rahasianya terbuka.
Mungkin itu sebabnya sesajen di Bali tidak saja untuk mahluk atas,
tetapi juga untuk para sahabat di dunia bawah (mahluk neraka, setan
kelaparan dll). Ini memberi inspirasi, perbuatan baik tidak saja layak
untuk orang yang baik hati, namun juga untuk orang-orang yang
menyakiti.
Bila boleh jujur, orang-orang yang mencaci dan memaki sesungguhnya
amat dibutuhkan di jalan spiritual. Pertama, ia memberi tahu secara
amat jujur kualitas batin yang sesungguhnya. Lihat ke dalam ketika
dicaci dan dimaki. Bila masih marah dan tersinggung artinya batin masih
kotor.
Kedua, demikian baiknya orang-orang yang mencaci sampai-sampai rela
masuk neraka agar kita jadi sabar dan bijaksana. Mungkin itu
sebabnya tetua Bali mewariskan tradisi segehan. Suguhan untuk
saudara-saudara kita di alam bawah (neraka, setan kelaparan, binatang).
Perhatikan salah satu pesan tetua: mebakti, mebakti, mebakti.
Memberi, memberi, memberi tanpa banyak berdebat. Di suatu waktu akan
mengerti, sesungguhnya pemberi tidak ada, yang diberi tidak ada, proses
pemberian juga tidak ada, itulah kedamaian sejati (Parama Shanti).
Di Barat ada penelitian tentang penyembuhan. Dan di salah satu
pojokan penemuan penelitian ini, ternyata orang-orang yang memiliki
sesuatu yang mereka cintai di rumah (entah anak-anak, binatang
peliharaan, pepohonan), memiliki stres lebih sedikit, sekaligus berumur
lebih panjang. Ini memberikan masukan ternyata memberi itu
menyembuhkan! Ia yang rajin memberi suatu hari akan mengerti, pemberian
tidak saja menyembuhkan, juga membebaskan. Makanya mudah dimengerti
bila sejumlah guru Tantra bersumpah pada gurunya (samaya) agar
membayar setiap kejahatan dengan kebaikan. Karena dengan cara ini
manusia tidak saja terbebaskan, juga sedang menghancurkan penghalang
perjalanan (karmic obscuration).
Mungkin itu sebabnya, guru Tantra Jetsun Milarepa pernah berpesan:
death is not a death for a yogi, it’s just a little enligtenment. Dalam
kehidupan para Yogi yang sudah bersih penghalang-penghalang karmanya,
kematian tidak lagi berwajah menakutkan, ia hanya sebuah
pengalaman kecil yang mencerahkan.
Dalam sejumlah sastra tentang pembebasan ditulis jelas sekali, ketika
seorang praktisi mengalami pembebasan, tidak terhitung jumlahnya
mahluk yang ikut terbebaskan. Dalam perspektif ini, sungguh mengagumkan
bila tetua di Bali menyebutkan tujuan olah spiritual adalah pembebasan
(moksha). Dan ini mungkin terjadi bila praktisi sering mengalami
Parama Shanti.
1 komentar:
coba aja ya.....
Posting Komentar