Minggu, 08 April 2012

0

Karma Phala sebagai landasan hidup umat Hindu


Karma Phala berasal dari 2 (dua) kata, yaitu Karma yang artinya segala perbuatan, kerja/gerak dan Phala yang artinya hasil
Jadi Karma Phala artinya segala perbuatan akan memperoleh hasil, hasil dari segala perbuatan.
Makna Karma Phala
Karma (kerja/gerak) meninggalkan Karma Wasana (bekas-bekas gerak) yang kelak timbul menjadi Karma Phala yaitu hasil dari perbuatan yang akan menentukan baik dan buruk penjelmaan kita di masa yang akan datang.  Hal ini dapat kita ketahui dari adanya kelahiran orang pandai, bodoh, tampan/cantik, jelek, normal, cacat, kaya, miskin dan sebagainya, itu adalah disebabkan oleh adanya Karma yang baik (Ḉubhakarma) dan Karma yang tidak baik/buruk (Aḉubhakarma) yang telah dilakukannya pada penjelmaan terdahulu.  Kita percaya,  bahwa segala perbuatan (Karma) akan memperoleh hasil (Phala/Phahala) dan tiap hasil yang kita peroleh tergantung dari baik dan buruk dari perbuatan yang kita perbuat.  Oleh karena itu, jika ingin menjadi manusia yang baik dan sempurna, berbuatlah baik sekarang juga, agar sekala (nyata) dan niskala (tidak nyata) serta kemudian menjadi manusia utama, sehingga Sang Hyang Atma (Rokh) memperoleh tempat yang baik.  Dalam buku Sarasamuscaya  Bab XI,12) disebutkan :
 Kang   ḉubha karma   panenta   sakna   ring   aḉubha kharma   phalaning  ring   wong
 Artinya : Perbuatan yang baik itu adalah alat untuk menebus perbuatan yang tidak baik (dosa), yang patut dilaksanakan oleh setiap orang.
Jadi disini dikatakan, bahwa perbuatan yang tidak baik (dosa) hanya dapat ditebus dengan perbuatan yang baik, karena tidaklah ada suatu alasan bagi manusia untuk menebus dosanya dengan uang (materi).  Kalau toh ini mungkin ini hanya berlaku dalam alam dunia (sekala/duniawi/kemanusiaan), ilustrasi ini dapat diambil dari Wayang Cenk-Blonk                ”Gatokaca Anggugah” tentang Cerita Atman Pranda yang ngotot supaya mendapatkan Sorga (Percakapan Tuwalen/Penakawan vs Pak Sokir/Petani miskin yang memperoleh Sorga), di alam sekala kesalahan/dosa kita bisa beli dengan menyogok sehingga kita terbebas dari jeratan hukum, tetapi alam niskala tetap akan menuntut kita berdosa dan tetap akan memperoleh pahala/hasil yang dinamakan neraka.
Selanjutnya penjelasan mengenai Karma Phala kita jumpai melalui cerita dalam kitab Maha Brata, Ramayana, Arjuna Wiwaha, Niti Castra dan kakawin lainnya : Arjuna Wiwaha, Wirama Dasar : Aswalalita, Kadang Wirama : Rajani/Mandamalon (17)
o
o
o
o
-
o
-
o
o
o
-
o
o
-
o
o
ō
sya pa, ka ri tan te mung a yu, ma se dha na, sar wa a yu
mi ya ta ka tem wa ning a la, ma se dha na, sar wa a la
tu wa sa li sih ma nang sa ya, pu re kre ta, ta pa ti nut
sa ke ha re pan, ke si dan, ma ka dar sa na, Pan dhu su ta
Artinya :
-  Siapa yang masih tertinggal belum menemui kebahagiaan, diantara mereka yang telah mengabdikan diri pada kebaikan…, -   Oleh karena itu tentu akan memperoleh kesengsaraan jika berbuat yang salah…, -   Pikiran yang ragu-ragu akan keadaan si Karma Phala, yang baiklah dilaksanakan…, -   Segala yang terangan-angan pasti tercapai sebagai halnya Sang Arjuna. Niti Castra, Wirama Dasar : Wirat, Kadang Wirama : Kalelengan (22)
o
-
o
o
o
-
o
-
o
o
o
-
o
o
o
o
o
-
o
o
o
ō
su rud, ni ka na ngar tha ring gre ha hi lang nya tan ha na wi na wa yan pe jah
i kang ma mi dra swa wan dhu su ru di pe ma sa ra, nu mu lih pa da na ngis
ga we, a la ha jong ma nun tun, a ngi ring, ma nu dha ke nu lah, te ka te kan
ka li nga ni ka, ring da di wa ngi se deng u rip a ngu la ha dhar ma sdha na
Artinya : Luluh hilangnya si harta benda itu semasih kita di rumah, sudah berpisahan tidak dapat dibawa jika kita mati… Yang cinta kasih, sanak keluarga berpisahannya sampai di kuburan dan pulangnya sama-sama menangis… Segala perbuatan buruk dan baik itulah yang akan menuntun memberi petunjuk jalan di mana sepantasnya akan tinggal… Demikianlah disebutkan, kita jadi manusia, kebetulan masih hidup dan sepatutnyalah menjalankan dharma laksana
Pembagian Karma Phala
Kenapa ada kelahiran orang pandai, bodoh, cantik, jelek, normal, cacat, kaya, miskin, anak kita bandel/susah diatur/menyusahkan, orang yang kuat/tekun sembahyang/tunggang-tungging selalu/masih saja dirundung penderitaan/kesengsaraan, membuka bisnis tidak pernah berhasil-berhasil, sakit tidak pernah sembuh-sembuh dan seterusnya ? Itu semua karena hukum Karma Phala yang datangnya apakah cepat, sedang atau lambat? Untuk itu, berikut adalah pembagian Karma Phala, yaitu antara lain:
a.        Pararabda Karma Phala
Adalah hasil/pahala perbuatan dari masa kehidupan sekarang ini yang habis (tanpa ada sisanya) dinikmati pada masa kehidupan sekarang ini juga atau Karma Phala cepat/cicih.
b.        Sancita Karma Phala
Adalah hasil/pahala perbuatan dari masa kehidupan yang lampau/dahulu dan baru  dinikmati pada masa hidup sekarang ini  atau Karma Phala sedang.
c.         Kriyamana Karma Phala
Adalah hasil/pahala perbuatan dari masa kehidupan sekarang ini dan baru akan  dinikmati kehidupan penjelmaan yang akan datang  atau Karma Phala lambat.
d.        Karma Phala Sentana
Adalah hasil/pahala dari perbuatan yang diterima oleh sentana/keturunan akibat perbuatan orang tua (leluhur).
Hukum Karma Phala Sebagai Landasan Sikap Bathin Umat Hindu
Sukses tidaknya perjuangan hidup seorang di dalam segala aspeknya itu adalah sangat tergantung sekali pada disiplin bathin yang dipegangnya, terutama disiplin dan konskwen terhadap pantangan segala apa yang disebut  Adharma atau serba keburukan, kecurangan, kekerasan dan kekasaran.
Setiap gerak dari pada hidup ini, baik dalam pemikiran dan perencanaan, kata-kata dan pelaksanaan (Tri Kaya Parisudha, Sad Ripu, Sad Atatayi, Sapta Timira, Tri Premana) bila dibarengi oleh sikap bathin Adharma, walaupun itu masih bersifat perencanaan saja, ia sudah pasti akan membawa suatu akibat buruk, diminta atau tidak, cepat atau lambat, dirasa atau tidak dirasa, pada saatnya akan muncul dengan sendirinya, seperti ucapan:
riastu ri angen-angen maphala juga ika” Artinya: kendatipun masih tarap pemikiran, berbuah juga ia.
Itulah salah satu yang membedakan Agama Hindu dengan agama lainnya, juga membedakan dengan hukum Pidana. Hukum Pidana baru bisa kena hukuman apabila sudah ada bukti, saksi dan kesaksian dengan melewati proses hukum yang panjang (melibatkan aparat Polri, Kejaksaan dan Pengadilan).  Tiada sebab tanpa akibat dan tiada akibat tanpa sebab atau tiada Karma tanpa Phahala dan tiada Phahala tanpa Karma. Baik buruknya suatu akibat (Phahala/hasil) sangat tergantung pada baik buruknya sebab (Karma/perbuatan) itu sendiri.
Jalan dan Karma yang berlandaskan Dharma pasti menuju Sorga (kebahagiaan) dan Moksa (kebebasan abadi) dan sebaliknya setiap Jalan dan Karma yang berlandaskan Adharma adalah menuju Neraka (kesengsaraan dan penderitaan).
Semua kegiatan kita dalam berpikir, berkata dan berbuat harus berlandaskan wiweka (kemampuan untuk membeda-bedakan, menimbang-nimbang dan akhirnya memilih antara yang baik dan buruk , salah dan benar dan sebagainya).
Kebebasan abadi berupa Moksa dapat dicapai dengan tidak mengikatkan diri pada pamrih dari suatu perbuatan (Karma).  Dengan ini bukan berarti bahwa orang mesti tiada berbuat apa-apa lantas nongkrong duduk termangu-mangu atau bermalas-malasan hanya duduk dan berdoa mengharap rejeki dan kebahagian jatuh dari langit, karena tiada pamerih (mengikatkan diri) pada hasil Karma, namun ia harus selalu berbuat dan berjuang menegakkan Dharma.
Hal ini jelas terlihat dalam Sloka pada Bhagawad Gita Bab III, sloka 4  dan 5 sebagai berikut : na  karmaṇām anārabhān naiṣkarmyaṁ puruṣo ’śnute, na  ca  saṁnyasanād   eva siddhiṁ samadigacchati.     (Bhagawad Gita III : 4)
Artinya :
Bukan  dengan  jalan  tiada  bekerja … orang mencapai kebebasan dari ikatan perbuatan, Juga  dengan  tiada  hanya  melepaskan  diri  dari kerja … orang akan mencapai kesempurnaan hidup.   na hi kaścit kṣaṇam api jātu, tiṣṭhaty  akarm-kṛt, kāryate hy avaśah karm sarwaḥ prakṛti-jair guṇaiḥ. (Bhagawad Gita III : 5)
Artinya :
Sebab tiada seorangpun akan dapat tinggal diam … walau hanya  sekejap  mata  juga  tanpa  melakukan pekerjaan, Tiap-tiap orang selalu digerakkan … oleh dorongan alamnya    sendiri    dengan     tiada     berdaya.