Rabu, 01 Februari 2012

Parama Shanti dalam Segehan dan persembahan

Serupa dengan masyarakat Tibet yang memiliki banyak upacara, Bali juga kaya upacara. Namun upacara tentunya tidak sebatas sesajian.
Ada persembahan luar (outer offering) berupa sesajian, ada persembahan dalam (inner offering) berupa pelayanan, ada pesembahan rahasia (innermost secret offering).
Dalam bahasa tetua: benefitting others, having a kind heart, that is the supreme offerings. Lakukan semuanya untuk mahluk lain, miliki hati yang bersih, jernih, rajin menolong, dan kemudian lihat sendiri pintu rahasianya terbuka.
Mungkin itu sebabnya sesajen di Bali tidak saja untuk mahluk atas, tetapi juga untuk para sahabat di dunia bawah (mahluk neraka, setan kelaparan dll). Ini memberi inspirasi, perbuatan baik tidak saja layak untuk orang yang baik hati, namun juga untuk orang-orang yang menyakiti.
Bila boleh jujur, orang-orang yang mencaci dan memaki sesungguhnya amat dibutuhkan di jalan spiritual. Pertama, ia memberi tahu secara amat jujur kualitas batin yang sesungguhnya. Lihat ke dalam ketika dicaci dan dimaki. Bila masih marah dan tersinggung artinya batin masih kotor.
Kedua, demikian baiknya orang-orang yang mencaci sampai-sampai rela masuk neraka agar kita jadi sabar dan bijaksana. Mungkin itu sebabnya tetua Bali mewariskan tradisi segehan. Suguhan untuk saudara-saudara kita di alam bawah (neraka, setan kelaparan, binatang).
Perhatikan salah satu pesan tetua: mebakti, mebakti, mebakti. Memberi, memberi, memberi tanpa banyak berdebat. Di suatu waktu akan mengerti, sesungguhnya pemberi tidak ada, yang diberi tidak ada, proses pemberian juga tidak ada, itulah kedamaian sejati (Parama Shanti).
Di Barat ada penelitian tentang penyembuhan. Dan di salah satu pojokan penemuan penelitian ini, ternyata orang-orang yang memiliki sesuatu yang mereka cintai di rumah (entah anak-anak, binatang peliharaan, pepohonan), memiliki stres lebih sedikit, sekaligus berumur lebih panjang. Ini memberikan masukan ternyata memberi itu menyembuhkan! Ia yang rajin memberi suatu hari akan mengerti, pemberian tidak saja menyembuhkan, juga membebaskan. Makanya mudah dimengerti bila sejumlah guru Tantra bersumpah pada gurunya (samaya) agar membayar setiap kejahatan dengan kebaikan. Karena dengan cara ini manusia tidak saja terbebaskan, juga sedang menghancurkan penghalang perjalanan (karmic obscuration).
Mungkin itu sebabnya, guru Tantra Jetsun Milarepa pernah berpesan: death is not a death for a yogi, it’s just a little enligtenment. Dalam kehidupan para Yogi yang sudah bersih penghalang-penghalang karmanya, kematian tidak lagi berwajah menakutkan, ia hanya sebuah pengalaman kecil yang mencerahkan.
Dalam sejumlah sastra tentang pembebasan ditulis jelas sekali, ketika seorang praktisi mengalami pembebasan, tidak terhitung jumlahnya mahluk yang ikut terbebaskan. Dalam perspektif ini, sungguh mengagumkan bila tetua di Bali menyebutkan tujuan olah spiritual adalah pembebasan (moksha). Dan ini mungkin terjadi bila praktisi sering mengalami Parama Shanti.

1 komentar:

Anom Wijaya mengatakan...

coba aja ya.....

Posting Komentar